SELAMAT DATANG DI BLOG SEDERHANA INI,TRIMAKASIH KUNJUNGANNYA


SELAMAT DATANG DI BLOG SEDERHANA INI,TRIMAKASIH KUNJUGANNYA

Minggu, 08 Mei 2016

Menjaga Kemurnian Aqidah Tauhid



NILAI PERTAMA
Menjaga kemurnian aqidah tauhid
Aqidah berarti kepercayaan, dan tauhid berarti mengesakan Allah pada sesuatu yang menjadi kekhususan-Nya baik Rububiyah, Uluhiyah, atau Asma serta Sifat-sifat-Nya.
Pada dasarnya semua manusia itu bertauhid kepada Allah, hal ini karena diciptakannya manusia itu dalam kondisi fithrah, yaitu ia telah diberi potensi aqidah tauhid dalam hatinya.
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang derajatnya di bawah syirik, bagi siapa yang dikehendaki-Nya” (QS. An Nisaa : 48)
Allah juga berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan surga untuknya, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolongpun” (QS. Al Maa-idah : 72)
“Wahai Mu’adz, tahukah kamu apa hak Allah atas hamba-hamba-Nya dan hak hamba-hamba-Nya atas Allah?” Mu’adz menjawab: Allah dan rasul-Nya yang lebih mengetahui. Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “hak Allah atas hamba-hamba-Nya adalah mereka beribada kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Di antara keutamaan tauhid adalah:
1.   Tauhid merupakan pondasi utama dibangunnya segala amalan yang ada dalam agama ini.
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan dari shahabat ‘Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘anhuma bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam bersabda : “Agama Islam dibangun di atas lima dasar : (1) Syahadah bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah Rasulullah, (2) mendirikan shalat, (3) menunaikan zakat, (4) shaum di bulan Ramadhan (5) berhaji ke Baitullah Al-Haram.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
2.   Tauhid merupakan perintah pertama kali di dalam Al Qur’an, sebagaimana lawan tauhid yaitu syirik yang merupakan larangan pertama kali di dalam Al Qur’an, yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta’ala pada surat Al-Baqarah ayat 21-22 :
3.   “Wahai sekalian manusia, ibadahilah oleh kalian Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dan orang-orang sebelum kalian agar kalian menjadi orang-orang yang bertaqwa. Yang telah menjadikan untuk kalian bumi sebagai hamparan, langit sebagai bangunan, dan menurunkan air dari langit, lalu Allah mengeluarkan dengan air tersebut buah-buahan, sebagai rizki bagi kalian. Maka janganlah kalian menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah padahal kalian mengetahui.” (Al-Baqarah: 21-22)

Dalam ayat ini terdapat perintah Allah “ibadahilah Rabb kalian” dan larangan Allah “janganlah kalian menjadikan sekutu-sekutu bagi Allah”.
4.   Tauhid merupakan poros utama dakwah seluruh para nabi dan rasul, sejak rasul yang pertama hingga penutup para rasul yaitu Nabi Muhammad Shallallahu ‘alahi wa Sallam, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala :

“dan sungguh Kami telah mengutus pada setiap umat seorang rasul (yang menyeru) agar kalian beribadah kepada Allah dan menjauhi thaghut.” (An-Nahl: 36)
Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman:
“Dan tidaklah Kami mengutus seorang rasul pun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya : bahwasanya tidak ada yang berhak untuk diibadahi melainkan Aku, maka beribadahlah kalian kepada-Ku.” (Al Anbiya’: 25)
5.   Tauhid merupakan perintah Allah yang paling besar dari semua perintah. Begitu pula lawan tauhid, yaitu syirik, merupakan larangan paling besar dari semua larangan.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan Rabbmu telah memutuskan agar kalian jangan beribadah kecuali kepada-Nya ” (Al Isra’: 23)
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman pula:
“Dan beribadahlah kepada Allah dan janganlah kalian menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” (An Nisa’: 36
Perintah untuk beribadah kepada Allah dan larangan berbuat syirik, Allah letakkan sebelum perintah-perintah lainnya. Menunjukkan bahwa perintah terbesar adalah Tauhid, dan larangan terbesar adalah syirik
6.   Tauhid merupakan syarat masuknya seorang hamba ke dalam Al –Jannah (surga) dan terlindung dari An-Nar (neraka). Sebagaimana pula lawannya yaitu syirik merupakan sebab utama masuknya dan terjerumusnya seorang hamba ke dalam An Nar dan diharamkan dari Jannah Allah.

Allah berfriman:
“Sesungguhnya barangsiapa yang menyekutukan Allah, maka Allah akan mengharamkan baginya Al Jannah dan tempat kembalinya adalah An-Nar dan tidak ada bagi orang-orang zhalim seorang penolongpun.” (Al Ma’idah: 72)

Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam bersabda:

“Barangsiapa yang mati dan dia mengetahui (berilmu) bahwa tidak ada ilah yang benar kecuali Allah, maka dia akan masuk ke dalam Al Jannah.” (HR. Muslim)

Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa Sallam bersabda pula sebagaimana yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu :

“Barangsiapa berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak berbuat syirik kepada-Nya dengan sesuatu apapun, dia akan masuk Al-Jannah dan barangsiapa yang berjumpa dengan Allah dalam keadaan bebruat syirik kepada-Nya, dia akan masuk An Nar.” (HR. Muslim).

7.   Tauhid merupakan syarat diterimanya amal seseorang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah berfirman: “Sungguh telah diwahyukan kepadamu (Muhammad) dan orang-orang (para nabi) sebelummu, bahwa jika kamu berbuat syirik, niscaya batallah segala amalanmu, dan pasti kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (Az-Zumar : 65) Syirik merupakan sebab batal alias tertolaknya semua amalan. Maka lawan syirik, yaitu Tauhid merupakan syarat diterimanya amalan.
Dari penjelasan tentang keutamaan tauhid di atas, maka sangatlah jelas bahwa risalah para rasul adalah satu yaitu risalah tauhid. Tugas dan tujuan mereka adalah satu yaitu mengembalikan hak-hak Allah agar umat ini beribadah hanya kepada-Nya saja.


  
Kisah Inspirasi  Tentang Tauhit
  
BURUNG BEO dan GURU TAUHID

Dikisahkan ada seorang guru aqidah yang setiap hari mengajarkan kalimat LAILAHAILALLAH dan maknanya.
Pada suatu hari ada seorang muridnya yang membawa seekor burung beo dan menghadiahkan burung tersebut kepadanya. Sang guru sangat senang, karena salah satu hobinya adalah memelihara burung dan kucing.
Di hari-hari berikutnya, sang guru selalu membawa beo tersebut bersamanya ketika mengajar. Sampai akhirnya lama kelamaan burung tersebut belajar menirukan lafadh tauhid yang dia ajarkan. Sehingga setelah itu ia senantiasa mengulang-ulang lafadh tersebut siang-malam.
Namun, pada suatu hari para murid mendapati guru mereka sedih dan murung.
Mereka bertanya, “Wahai guru kami, apa yang menyebabkan engkau bersedih?”
“Burung beoku mati karena diterkam oleh kucing.”
“Apakah karena hal tersebut yang membuat engkau bersedih? Jika engkau mau kami akan menghadiahkan untukmu burung beo yang lain.”
Sang guru menjawab,
“Sebenarnya bukan kematian burung itu yang membuatku bersedih. Namun yang membuatku bersedih adalah karena pada saat-saat terakhir menjelang kematiannya, ketika kucing menyerang burung itu hanya bisa berteriak-teriak saja sampai ajalnya tiba.
Padahal dia sebelumnya selalu mengucapkan kalimat tauhid. Ini semua karena dia hanya mengucapkan kalimat tersebut dari lisannya tanpa memahaminya dalam hati.
Aku takut kejadian ini akan menimpa kita. Kita sering mengucapkan kalimat tauhid dan mengulang-ulangnya siang malam melalui lisan kita. Namun ketika ajal menjemput justru kita hanya bisa berteriak-teriak dan tidak mengingat kalimat ini. Karena kalimat tersebut belum masuk ke hati kita.”
Mendengarkan hal itu para murid pun menangis semua tanpa kecuali.

LELAKI TUA NAIK HAJI
Diceritakan bahwa ada seorang lelaki tua sedang naik haji bersama seorang pemuda, dan berkatalah seorang yang tua tadi, labbaika allahuma labbaik ( Ya Allah aku penuhi panggilanMu ), tapi tiba tiba terdengar suara dan suara itu entah dari mana asalnya, yang mana suara itu mengatakan tidak ada panggilan untukmu dan tidak ada sa,I bagimu, kemudian pemuda yang berhaji bersamanya mengatakan “ wahai bapak tua, apa bapak tidak mendengar suara tadi ?”, ya saya mendengarnya bahkan saya sudah 40 tahun melaksanakan haji dan setiap aku mengucapkan labbaika allahuma labbaik ( Ya Allah aku penuhi panggilanMu ), tiba tiba selalu ada suara yang mengatakan tidak ada panggilan untukmu dan tidak ada sa,I bagimu, pemuda tadi lalu bertanya, kalau begitu kenapa bapa tetap saja berangkat haji ? lalu bapak tuatadi berkata,: ya nak, mau kemana lagi saya ini ? adakah jalan keluar ? sungguh tidak adalagi yang disandarkan kecuali Allah saja. Mau kemana lagi ?mau ibadah saya diterima atau tidak diterima yang penting sudah kita kerjakan sesuai rukun syaratnya apakah ada sandaran selain Allah ? lanjut bapak tua tadi

 NABI MUSA SAKIT PERUT
Ketika dikejar-kejar oleh pasukan fir’aun, Nabi Musa dan pasukannya beristirahat di sebuah lembah. Di tengah rasa takut akibat dikejar dan kebingungan menentukan strategi, tiba-tiba Nabi Musa merasa sakit perut. Kemudian dia secara spontan mengeluh kepada Tuhan, “Ya Allah, saat dikejar-kejar Fir’aun seperti ini Engkau malah memberiku sakit perut. Saya mohon Engkau sembuhkan sakit perutku ini, Ya Allah!”. Tuhan kemudian langsung menjawab, “Kamu pergi ke atas bukit sana. Di sana ada pohon lalu ambil daunnya, kemudian kamu makan. Maka sakit perutmu nanti akan sembuh.”
Nabi Musa lantas lari ke atas bukit untuk mengambil daun tersebut. Dan saat tangannya baru menyentuh daun tersebut, perut Nabi Musa sudah sembuh. Nabi Musa kemudian berterima kasih kepada Allah dan turun dari bukit. Lalu Nabi Musa menyiapkan pasukannya untuk berangkat, begitu maju tiga langkah perutnya sakit lagi. Musa pun langsung lari ke atas bukit, dia menghampiri pohon-pohon dan diambillah daunnya untuk dimakan. Dia makan sehelai, dua helai, tiga helai sampai berhelai-helai daun tanpa mempedulikan rasanya yang penting supaya dia sembuh. Tapi sampai lima belas helai daun dia makan, perutnya tidak  sembuh juga.
Kemudian Nabi Musa protes kepada Tuhan, “Ya Allah aku sudah makan sekian daun, tapi perutku tidak sembuh juga! Tadi Engkau mengatakan kepadaku bahwa kalau mau sembuh naiklah ke atas bukit, ambil dan makanlah daun-daun yang ada pada pohon di sana.”
Tuhan lalu merespon, “yang bilang daun bisa menyembuhkan sakit perut itu siapa? Tadi waktu sakit perut pertama kan kamu minta tolong sama Aku, jadinya sakit perutmu Aku sembuhkan. Tapi waktu sakit perut yang kedua, kamu kan tidak minta sama Aku. Kamu langsung saja naik bukit karena kamu pikir daun bisa menyembuhkan sakit perutmu. Tidak seperti itu,Musa. Daun tidak bisa menyembuhkan sakit perutmu, yang menyembuhkan sakit perutmu itu Aku. Terserah Aku mau menyembuhkan lewat daun, mau lewat batu atau apa saja, itu terserah Aku. Jadi sembuhnya perutmu bukan karena daun, itu atas perkenanKu.”
Kita sering merasa bisa mengatasi berbagai masalah karena ilmu kita. Saat kita menjadi mahasiswa teknik, kita merasa bisa lulus suatu mata kuliah karena ilmu keteknikan kita. Saat kita menjadi pengusaha, kita merasa bisa menjadi sukses karena ilmu bisnis, ilmu marketing atau ilmu entrepreneur kita. Saat kita menjadi dokter, kita merasa bisa menyembuhkan pasien karena ilmu kedokteran kita. Padahal rahasia sesungguhnya dari keberhasilan segala permasalahan tersebut bukan terletak pada pengetahuan atau ilmu-ilmu tersebut.
Begitu pula dengan ilmu-ilmu yang lain seperti ilmu sosial, ilmu politik, ilmu sains yang sifatnya pasti, sampai kepada ilmu-ilmu yang sifatnya tidak pasti (cair) seperti kebudayaan. Itu semua hanya sekedar sehelai-helai daun. Kita tidak boleh (sedikit pun) menganggap bahwa ilmu-ilmu itu bisa mengatasi semua keadaan kita. Tetap ada suatu otoritas -di luar dimensi yang sudah kita ketahui- yang kita butuhkan untuk membantu kita supaya “sakit perut” kita bisa sembuh. Dengan kerendahan hati, mudah-mudahan kita ingat bahwa semua “penyakit” kita tidak hanya bisa kita atasi dengan kehebatan/keilmuan kita saja. Akan tetapi, kita butuh yang lain. Yang lain itu apa? Tentunya Anda sudah bisa menjawabnya sendiri.